JEJAK KARYA

Kamis, 24 Maret 2011

Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi

Angka kematian ibu dan kematian bayi masih tinggi di indonesia bahkan who mencatat indonesia tahun 2010 adalah negara dengan tingkat kematian ibu dan kematian bayi tertinggi di asia tenggara apakah negara kita masih bisa di katakan sukses dalam sektor kesehatan padahal salah satu parameter suksesnya sektor kesehatan adalah kecilnya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB)


Banyak faktor yang mempengaruhi AKI dan AKB tapi faktor hidup di bawah garis kemiskinan merupakan faktor paling dominan yang menyebabkan tingginya AKI dan AKB di Indonesia hal ini berhubungan langsung dengan kondisi kesehatan ibu hamil yang buruk sehingga bayi yang di kandungnya kekurangan berat badan sewaktu lahir dan ini bisa jadi menyebabkan kematian bayi, asupan gizi ibu hamil yang buruk juga dapat menyebabkan tingginya AKI dan AKB, hidup di bawah garis kemiskinan membuat gizi ibu hamil tidak terlalu di perhatikan sehingga hal ini juga langsung berhubungan dengan asupan gizi yang di terima sang bayi untuk itu perlu adanya perhatian khusus dari pemerintah untuk penanganan gizi ibu hamil, bayi dan balita.


Faktor selanjutnya adalah kawin muda, faktor ini berpengaruh karena apabila seorang gadis muda telah menikah maka kemungkinan dia mengandung dalam umur yang relatif muda juga sangat besar sehingga sang calon ibu akan melahirkan di saat tubuhnya belum matang atau dengan kata lain tubuh sang calon ibu belum siap melahirkan seorang bayi.


Sama halnya dengan kawin muda maka umur terlalu tua juga sangat beresiko untuk melahirkan ini di karenakan tubuh yang sudah tidak fit dan sudah terlalu tua untuk mengandung dan melahirkan seorang bayi.


Terlalu sering melahirkan juga sangat mempengaruhi angka kematian ibu (AKI) hal ini di karenakan tubuh manusia ada batas kewajarannnya maka apabila terlalu sering dan dekat jarak antara melahirkan satu dan yang selanjutnya maka kemungkianan kematian itu akan sangat dekat.


Budaya atau cara pandang masih menyebabkan AKI dan AKB tinggi di indonesia, cara pandang tradisional atau mitos seputar kehamilan dan kelahiran membuat angka ini terus meningkat dari tahun ke tahun, cara pandang tradisional yang bertentangan dengan medis yang telah teruji menjadi tantangan tersendiri bagi penyuluh agar bisa mengubah mindset masyarakat tentang cara pandang sebelumnya.


Fasilitas kesehatan yang minim juga menjadi faktor penyebab AKI dan AKB faktor ini juga bisa di hubungkan dengan letak geografis negara kita yang sangat luas dan di dukung pula oleh sistem pemerintahan yang masih sentralisasi sehingga sebaran fasilitas kesehatan tidak merata ke seluruh pelosok Indonesia termasuk Bidan atau penyuluh kesehatan ini menyebabkan banyaknya ibu hamil yang memilih melahirkan tidak di tangani oleh anggota medis melainkan anggota non medis, sehingga kejadian-kejadian tidak terduga sulit mendapatkan penanganan medis yang cukup alhasil kematian pun tidak dapat di hindarkan.


Paparan di atas adalah faktor faktoryang mempengaruhi kematian ibu dan kematian bayi di indonesia, tentu apabila ada permasalahan adapula solusi yang di tawarkan, salah satu solusinya adalah mengurangi angka kemiskinan akan secara otomatis ibu hamil tidak akan kekurangan gizi yang berimplikasi pada sehatnya bayi yang ada dalam kandungan si calon ibu tersebut.


Sebaran fasilitas kesehatan yang merata akan sangat membantu menanggulangi kematian ibu dan bayi, untuk itu pemerintah harus berperan aktif dalam mengadakan penyuluhan untuk mengubah pola pikir masyarakat dari cara pandang tradisional kepada pandangan yang lebih masuk akal seputar kehamilan dan melahirkan. Sebaran bidan desa juga harus gencar di lakukan pemerintah agar masyarakat tidak lagi kekurangan tenaga medis untuk melahirkan, fasilitas yang lain adalah fasilitas alat kontrasepsi agar masyarakat bisa mengontrol dan membatasi kelahiran tanpa terganggu kebutuhan biologisnya fasilitas yang terakhir adalah menghapuskan semua biayapersalinan medis sehingga masyarakat tidak perlu memikirkan biaya untuk melahirkan,seorang calon ibu dan keluarganya bisa berkonsentrasi pada melahirkan dan membesarkan si bayi kelak.


Meningkatkan akses pendidikan juga tidak kalah penting dalam menanggulangi AKI dan AKB karena pendidikan sangat berperan aktif dalam mengubah pola pikir masyarakat tentang banyak hal.


Kesetaraan gender sangat penting dalam mengurangi AKI dan AKB hal ini di karenakan pola pikir masyarakat kita yang patriakis yang menganggap perempuan menjadi manusia nomor dua, sehingga perlakuan berbeda ayah dan ibu kepada anak laki-laki dan perempuannya dapat di cegah semenjak dini dan perempuan bisa mendapat hak yang sama seperti laki-laki dari hal terkecil seperti makanan yang bergizi, sang ayah tidak lagi mendahulukan anak laki-lakinya makan makanan yang bergizi tetapi di bagi rata, sampai pada tingkat pendidikan yang biasanya anak laki-laki lebih di utamakan untuk memperoleh pendidikan lebih tinggi maka melai sekarang sang ayah tidak akan melarang anak perempuanya untuk sekolah sejajar dengan anak laki-lakinya. Kesetaraan gender juga akan mempengaruhi pola pikir suami agar menjadi proaktif sebagai partner kesehatan reproduksi perempuan, suami harus menjadi orang yang pertama kali siap dalam kondisi apapun dan berada di samping istri baik sebagai motivator maupun pendamping bagi ibu hamil.


Jika hal-hal di atas dapat di lakukan dengan baik maka angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB)dapat di tekan secara signifikan dan hal ini bisa mencegah membludaknya penduduk negeri ini.


Semoga curahan hati ibu hamil ini bisa bermanfaat bagi kita semua amiiiinnn....










Read More..

Selasa, 02 Maret 2010

Diskriminasi Perkaderan KOHATI

Kalaulah Kohati selama ini berjuang menghapus diskriminasi terhadap kaum perempuan, maka kali ini ku ajak kawan-kawan kohati melihat ke diri sendiri. Apakah Kohati sendiri lepas dari diskriminasi dalam perkaderan HMI?.

Yang akan kusampaikan ini adalah rangkaian kasus yang beberapa kali berulang beberapa HMI cabang yang ada di Sumatera Utara khususnya Medan. Harus kusampaikan di sini untuk mendapatkan solusi dari kawan-kawan, mungkin juga dapat membantu secara struktural organisasi.


Kohati, dengan cikal bakalnya sebagai bidang keputrian dulunya, pada dasarnya adalah badan khusus yang bertanggung jawab dalam pembinaan anggota nya yaitu HMI-Wati. Dan sampai saat ini, peran ini masih di tertulis jelas dalam PDK maupun ART HMI. Yaitu Kohati adalah badan khusus yang berperan dalam pembinaan HMI wati.

Dengan status semi otonomnya Kohati pun membangun sistem perkaderannya sendiri yang terangkum dalam pola pembinaan KOHATI. Training Formalnya adalah LKK, dan dilengkapi dengan training Non formal juga proses informal di kepengurusan.
Tidak cukup sampai disini, dalam Latihan Kader I, juga diselipkan 2 jam materi tentang Kohati dan pergerakan perempuan. Tujuannya adalah pengenalan lembaga khusus kohati tepat saat melalui pintu awal perkaderan HMI. Dengan mengenal kader dapat kemudian kohati sebagai salah satu badan khusus tempat kader dapat mengembangkan potensi dirinya terutama dalam persoalan keperempuanan.

Dengan status semi otonomnya juga Kohati memiliki kebebasan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam setiap Musyawarah Nasional Kohati, selalu dilakukan perubahan dan pembenahan pada seluruh sistem organisasi Kohati. Karena Kohati bagian tak terpisah dari HMI, maka perubahan yang dilakukan pun harus disinergiskan dalam pasal-pasal di Konstitusi HMI. Misal tentang pengertian kohati.

Perubahan dalam petunjuk berorganisasi ini menjadi landasan hukum dan gerak dalam menjalankan semua aktifitas organisasi, di HMI/Kohati. Setiap kongres akan ada perubahan. Kadang perbuahan tersebut menguatkan keberadaan Kohati dalam artian mempermudah kinerja kohati dalam melakukan tugasnya. Kadang malah membuat Kohati kelimpungan mengurus permasalah internal dan gesekannya dengan kepentingan HMI setingkat.

Contoh perubahan yang memberi angin segar bagi Kohati adalah, hasil Kongres ke-24 di Pondok gede, Jakarta tahun 2004. Hasil kongres ini pada Pasal 33d ART HMI mengukuhkan keberadaan Kohati sebagai salah satu syarat berdirinya cabang penuh. Dampak dari perbuahan kebijakan ini, serta merta cabang-cabang HMI mendirikan Kohati, Badko pun membantu proses tersebut agar segera terlaksana. Periode ini, tugas Kohati badko amat terbantu, tanpa harus berkoar-koar merayu cabang agar segera mendirikan Kohati. Meski tak hanya Kohati yang mendapat limpahan kemudahan menjalankan tugas karena perubahan di konstitusi ini, pada pasal tersebut juga tersebut bahwa setiap cabang harus memiliki Badan pengelola latihan, Kohati dan satu lembaga kekaryaan. Maka lahirlah lembaga pers, lembaga kesehatan, lembaga dakwah, dan banyak lembaga lainnya yang selama ini (khusus di Sumatera Utara) hanya di dengar saat materi konstitusi disampaikan di LK-I. Harapan terbersit pada masa itu, alangkah bagusnya peraturan baru ini, biar HMI ini tak berpolitik saja, biar HMI ini lebih banyak berkarya, biar HMI ini lebih banyak mengkader manusia pelaku perubahan.
Sayangnya pasal ini kemudian di pangkas pada kongres berikutnya di Makassar tahun 2006. Entah apa alasan logisnya, Kohati kemudian tidak menjadi salah satu alat ukur, suatu cabang dinyatakan sebagai cabang penuh. Tak pernah ada catatan tertulis mengapa suatu pasal pada AD ART berubah. Namun dengan eratnya hubungan pasal ini terhadap kelayakan cabang untuk pemilihan ketua umum, bisa jadi pemangkasan pasal ini adalah untuk mendapatkan suara pemenangan kandidat (silahkan koreksi jika dugaan ini salah). Kepentingan pragmatis yang akibatnya berpengaruh luas. Kohati kembali harus bekerja keras.

Demikianlah sejarah mencatat, diskriminasi lembaga Kohati di saat Kongres, di wadah pengambilan keputusan tertinggi di HMI.


Mari melihat ke dalam perjalanan roda organisasi.

Dalam kepengurusan HMI cabang, pernahkan memprioritaskan pengadaan LKK (latihan Khusus Kohati)?.

Pada Di HMI cabang di Sumatera Utara, LKK (Latihan Khusus Kohati) bukanlah training yang di prioritaskan untuk dilaksanakan. Jika dalam sebuah agenda HMI cabang akan mengadakan LK II (Latihan kader II/Intermediate Training), dan kebetulan Kohati juga akan mengadakan LKK maka biasanya dengan alasan ketiadaan tenaga pengelola, dana dan lain-lain, maka LKK diharapkan mengalah, di undur pelaksanaannya, atau kalau perlu tak usah dilakukan. ”Untuk apa LKK?, yang lebih penting kan LK II !” . Begitulah statement yang sering muncul. Amat jarang cabang yang memiliki kesadaran akan pentingnya perkaderan di Kohati. Ini masih di tingkat HMI cabang.
Masalah yang lebih rawan ada di Badan Pengelola Latihan. Kohati jelas tidak memilki badan pengelola latihan khusus kohati, wajar...karena sudah ada badan khusus yang mengurusi semua tetek bengek pengelolaan latihan di HMI. Sayangnya, BPL ini perkembangannya lambat. (Maaf ini fakta...)

BPL (Badan Pengelola Latihan) saat ini, lebih layak disebut Badan Pengelola Latihan formal HMI, Namun sebutan ini masih lebih baik daripada sebutan Badan Pengelola Latihan Kader I/Basic Training.

Karena pada kenyataannya BPL memang terlalu sibuk mengurusi training formal saja. Nyaris tak ada memiliki inovasi training dan pengembangan dalam training-training non formal yang sesungguhnya juga wadah penting bagi pengembangan kader HMI.
Nah, ketika Kohati memohon bantuan tenaga pengelola LKK (Latihan Khusus Kohati), BPL biasanya kelimpungan, kebingungan menentukan siapa instrukturnya, karena energi pengelolaan selama ini habis untuk LK-I saja. Bisa jadi pengurus BPL tak pernah tau jika Kohati memiliki modul LKK yang tercantum dalam PDK (Pedoman dasar Kohati), apalagi melakukan pengembangan berarti untuk perkaderan Kohati. Dapat menyukseskan LK I aja syukur Alhamdulillah.

Jika BPL bisa melupakan pelatihan di Badan Khusus Kohati_yang telah memiliki pola pembinaan sendiri, apatah lagi memfasilitasi pengelolaan badan-badan khusus lainnya di HMI?.

Di HMI cabang Medan, kondisi ini merembet pada pengurangan materi Kohati & dinamika gerakan perempuan yang seharusnya disampaikan dalam LK-1. Pengurangan ini dengan alasan, efisiensi waktu.

Alih-alih BPL seharusnya membantu perkaderan Kohati sebagai salah satu badan HMI setingkat, kenyataanya BPL (sengaja atau tidak) telah secara sistematis menghambat perkaderan HMI-wati. BPL melahirkan kebijakan sepihak tanpa meminta pertimbangan Kohati cabang setingkat tentang di cabutnya materi tersebut dari LK-I. Malangnya Kohati tidak bisa berbuat apa-apa. Sistem training memang dikendalikan sepenuhnya oleh BPL. Dan memang tidak ada pengaturan prosedur atau sanksi dalam konstitusi kita, jika ada pencabutan materi yang seharusnya disampaikan dalam training formal HMI, apalagi dalih materi Kohati dan pergerakan perempuan adalah bukan materi pokok namun sekedar suplemen dalam LK I.

Sebenarnya akan lebih etis, jika Kohati juga dilibatkan dan perubahan sistem LK I tersebut, karena hal ini menyangkut sistem perkaderan Kohati juga. Karena perkaderan Kohati juga bagian dari perkaderan HMI. Dengan duduk bersama, seharusnya ada alternatif lain tanpa harus mengorbankan sistem perkaderan Kohati yang telah berlangsung mapan selama ini.

Sikap BPL seperti ini, tentulah dilatar belakangi oleh ketidakpahaman akan pentingnya keberadaan badan khusus terutama Kohati dalam HMI. Perkaderan dipandang sempit dalam wadah HMI saja, tak termasuk ada dalam badan khusus Kohati dan lembaga-lembaga HMI lainnya. Sistem pengelolaan dipandang penting hanya sebatas pada training formal di HMI saja. Sikap seperti ini, jika dilanjutkan hanya akan mematikan perkembangan HMI di bidang lainnya.
Adapun keberadaan kader Kohati di BPL tidak cukup untuk mendudukkan pemahaman ini. Harus ada dasar hukum yang tegas yang jadi standar acuan, yaitu Konstitusi.
Jika mengandalkan dinamika di saat rapat-rapat, maka kondisi perkaderan Kohati di setiap cabang akan cenderung terancam, karena lama kelamaan, karena pola pekaderan Kohati yang diperlemah di LK-I ini, maka akan lahir Instruktur yang meski anggota Kohati namun tak mengerti akan pentingnya keberadaan Kohati. Dan kader seperti ini akan semakin banyak.

Contoh kasus Di HMI cabang Medan, Instruktur HMI-wati cenderung enggan mengikuti LKK. Jarak HMI-wati mengenal Kohati telah di perlebar sejak penghapusan materi Kohati di LK-I. Mereka malah menganggap mengikuti LKK tidak penting karena tak ingin bersinggungan dengan Kohati. Sementara keberadaan Instruktur HMI-wati yang telah LKK sangat dibutuhkan untuk pengelolaan LKK. Dalam aturan BPL, pengelola pelatihan adalah oleh instruktur yang pernah mengikuti pelatihan tersebut. Analoginya, tentu tidak pantas, S1 mengajar mahasiswa S2. Tentu tidak pantas, instruktur yang belum LK III mengelola LK III. Begitu juga LKK. Itulah sebabnya, belakangan pengelolaan LKK di Sumatera Utara harus HMI-wati, meski dulu di awal tahun 2000, saat sumberdaya instruktur HMI-wati sangat minim pengelolaan LKK diperbantukan oleh instruktur HMI-wan.

Fenomena merusak entah sejak kapan kemudian membudaya pada para kader yang telah mengikuti Senior Course, yang merasa layak menjadi instruktur/pengelola pelatihan di HMI. Instruktur-instruktur muda ini justru cenderung berhenti mempelajari pelatihan-pelatihan lain di HMI. Merasa sudah menguasai semua jenis pengelolaan training HMI setelah mengikuti Senior Course. Aneh. Bagaimana bisa mengembangkan sebuah pelatihan jika tidak mengetahui seluk beluk pelatihan tersebut?. Dan karena pelatihan bukan buku yang transfer pengetahuannya dapat tersampaikan saat dibaca. Maka bukankah Pelatihan harus di-ALAMI?. Mengacu pada buku Manusia Pembelajar, Andreas Harefa, bisakah Guru dikatakan Guru jika ia berhenti belajar?.
Dari gambaran permasalahan ini, penting kiranya dikembalikan keberadaan Kohati sebagai salah satu persyaratan cabang penuh. Jika perlu harus lebih diperkuat sampai persyaratan komisariat penuh (kecuali memang komisariat tersebut tak ada HMI-watinya). Kenapa harus sampai tingkat Komisariat?. Tak lain karena Kohati adalah organisasi mahasiswa yang tetap harus memiliki basis sampai tingkat komisariat/kampus. Kohati dari tingkat tertinggi sampai lapisan paling bawah harus bersatu mengatur skenario memenangkan perubahan ini saat Kongres. Demi eksistensi Kohati di HMI. Demi menghapus diskriminasi Kohati.

Kedua, Sifat semi otonom Kohati, membuat garis hubungan kerja antara Kohati PB hingga ke bagian terkecil Kohati menjadi lemah. Kohati perlu memikirkan solusi untuk membuat hubungan ini menjadi sigap dalam menghadapi persoalan-persoalan di tingkat paling bawah. Misalnya, bagaimana Kohati Badko dan PB menyelesaikan persoalan BPL yang menyunat materi pengenalan Kohati dari LK-I?. Atau bagaimana Kohati PB dan Badko bersikap pada cabang-cabang yang tidak mengadakan LKK hingga lebih dari 2 periode. Jika PB HMI bisa melakukan pencabutan status cabang jika tidak mengadakan LK II dalam 2 periodesasi, bagaimana sanksi terhadap Kohati cabang yang tidak melakukan LKK?. Bagaimana jika masalah tidak terlaksananya LKK adalah persoalan di kebijakan yang diskrimintif di HMI setingkatnya?. Hal-hal seperti ini harus dibenahi sesegera mungkin, karena persoalan Perkaderan Kohati berhubungan erat dengan keberlangsungan Kohati di masa depan. Jangan sampai HMI di masa depan mundur jauh kebelakang sebelum adanya Kohati, dimana HMI yang tak mampu meresponi persoalan keperempuanan yang pastinya tak pernah usai menjadi permasalahan dunia.

Read More..

Minggu, 14 Juni 2009

Jabatan pengurus yang paling....


HMI bagiku adalah penyedia fasilitas belajar tanpa batas. Tergantung diri sendiri mau belajar apa disini. Ingin belajar Ekonomi, panggil pakar ekonomi, ingin tau tetang HAM, panggil aktifis HAM. Jejaring HMI punya semua link itu. Tentu saja kemampuan itu ada jika duduk sebagai pengurus, dan bukan hanya sekedar anggota.
Dari semua proses kepengurusan yang kulalui, dari tingkat departemen hingga ketua umum, Posisi yang paling banyak proses belajar ada tiga.
1. Menjadi Sekretaris.
2. Menjadi Ketua Bidang
3. Menjadi Ketua Umum

1. Menjadi sekretaris, baik sekretaris umum maupun wakil sekretaris umum akan memaksa diri secara tak langsung untuk mengetahui cara mengoperasikan mesin organisasi. Surat-menyurat, menjalankan rapat dan sidang-sidang, memastikan jadwal-jadwal rencana kegiatan terlaksana tepat waktu. Selain itu komunikasi amat penting di posisi ini. Baik komunikasi lisan maupun tulisan. Menyampaikan pemikiran dengan jelas, runut/tersistematis. Semuanya melatih keberanian menyampaikan pemikiran.

2. Menjadi Ketua Bidang. Posisi ini paling nikmat untuk berkreatifitas. Membuat program-program kerja, dan melaksanakannya, melakukan penyesuaian perencanaan dengan pelaksanaan. Membangun jaringan baik internal HMI maupun eksternal HMI. Jika ingin berbuat banyak bagi HMI dan masyarakat, posisi ini amat memungkinkan. Jangan takut melakukan hal-hal yang tidak biasa, sepanjang yakin terhadap proses dan tujuan masih dalam jalur konstitusi. Lakukan.

3. Menjadi Ketua Umum. Nikmatnya menjadi ketua bidang eksternal, membuat ku tergiur untuk menjadi Ketua Umum. Dalam pemikiranku, tentulah lebih banyak yang bisa kulakukan di posisi ini. Ternyata proses ketua umum adalah tak sekedar membuat program kerja. Dipundaknya adalah beban organisasi. Simbol organisasi melekat di tubuh dan tingkahlakunyanya, bahkan saat sang Ketua Umum sudah tak lagi menjabat. Ketua Umum seringkali menjadi alat ukur keintelektualan, dan etika dan norma yang dianut organisasi. Maka demi menjaga hal tersebut, saat jadi ketua umum, penampilan harus kujaga baik-baik. Yah tentu saja penampilan bukanlah segalanya. Tapi penampilan adalah pintu masuk sebuah hubungan baik ke lembaga maupun masyarakat. Jika berpakaian tak rapi, kesan pertama, orang pun malas untuk berkenalan. Disinilah aku membiasakan diri memakai Rok, sepatu hak tinggi, sekali-kali memakai Jas. Semua untuk membangun wibawa yang tak hanya untuk diriku tapi juga marwah organisasi. Dan dari sini, diikuti pula oleh tingkah laku dan tutur bicara yang sesuai. Sopan dan tegas. Mau tidak mau, seorang ketua harus rajin membaca, membaca buku maupun membaca alam. Karena tutur bahasanya adalah mewakili organisasi. Berat ya?. Kadang lelah juga. Kalau lelah mencoba selalu sempurna alias Ja'im, aku biasanya beralih kegiatan.

Menjadi Ketua Umum juga tak selalu bebas melaksanakan program-program kerja. Karena terlaksananya program kerja adalah menyangkut kerja sama tim pengurus. Imam, Ketua Umumku pernah menyatakan kekecewaannya padaku, dia bilang begini " Pera, sebelum mejadi ketua umum, kulihat banyak ide-ide cemerlang yang akan kau buat. Tapi setelah menjadi ketua umum kenapa seakan sulit mewujudkannya". Aku sedih sebenarnya, bukan sedih karena evaluasi sang Ketum, tapi sedih karena sesungguhnya aku sangat ingin mewujudkan cita-cita ku itu. Menjadikan Kohati organisasi perempuan yang menjadi inisiator pergerakan perempuan. Berada di garis depan, bukannya manut jadi pengikut sesuai issu sosial yang sedang berkembang. Mimpi tak sesuai dengan kemampuan.

Dalam proses pembelajaranku sebagai ketua umum, aku sampai pada sebuah kesadaran bahwa yang terpenting bukanlah terlaksananya program kerja, tapi bagaimana memadu kekuatan tim pengurusku agar dapat mencapai tujuan bersama. Begitu getolnya aku sebelumnya melakukan kerja-kerja di bidang eksternal, tapi dalam posisiku sebagai ketua umum, aku sampai pada kesadaran bahwa perkaderanlah alat yang melahirkan orang-orang (bukan satu orang) yang melakukan perubahan di masyarakat. Maka mulailah Internal menjadi perhatianku. Menyeimbangkan Eksternal dan Internal menjadi bahan eksperimenku.

Beruntung sekali aku sempat masuk dalam proses Senior Course. Training non-formal ini membuatku terhubung hingga saat ini dengan Kohati/HMI. Dan sangat mempermudahku dalam memuluskan jalannya perkaderan di Kohati yang seringkali terdiskriminasi karena alasan prioritas di HMI setingkatnya. Pasca gelut peluh sebagai Ketua Umum, menjadi Instruktur adalah proses pembelajaran tiada akhir bagiku.

Jika menjadi pengurus harus diakhiri sebagai tanda jalannya regenarsi organisasi. Maka mejadi Instruktur adalah proses sepanjang hayat. Proses untuk selalu belajar dan mengajar.

Takkan menjadi Instruktur yang baik jika seorang Instruktur berhenti belajar. Dan bukanlah Instruktur pulam jika dia tidak mengajarkan Ilmunya.

Menjadi Instruktur juga berarti menjadi Uswatun Hasanah bagi kader yang dididiknya. Sehingga jabatan sepanjang hayat ini menjadi pagar diri agar selalu memberi contoh yang baik.

Tentu saja sebagai manusia terkadang lalai dan melakukan kesalahan. Tapi tugas kita haruslah selalu berusaha untuk yang terbaik bukan?.

Dalam setiap perkaderan, selalu kuanjurkan pada adik-adikku untuk melalui bidang-bidang kerja itu. Bukan berarti aku meposisikan rendah jabatan yang lain di HMI, tapi hanya karena aku telah melaluinya dan amat bersyukur telah memanfaatkannya semampuku.

Apapun Posisi di kepengurusan, hanya yang mau memaksakan dirinya sendiri untuk belajar dan belajar yang akan merasakan nikmat buah posisi tersebut. Bahkan tak hanya dinikmati di masa-masa menjabat pengurus. Disadari atau tidak, proses menempa diri untuk selalu memecahkan masalah, berani, belajar bertanggung jawab, bekerjasama dengan sesama pengurus, berkomunikasi dengan orang banyak adalah proses penting membentuk diri sendiri.

Inilah sekolah kehidupan itu. Yaitu sekolah yang menghidupkan diri sendiri dan orang banyak. Maka.. jangan sia-siakan.

Jangan jadi kader yang hanya sekedar ada, apalagi yang mengada-ada. Jadilah kader yang lebih dari Ada.

Read More..

p


HMI bagiku adalah penyedia fasilitas belajar tanpa batas. Tergantung diri sendiri mau belajar apa disini. Ingin belajar Ekonomi, panggil pakar ekonomi, ingin tau tetang HAM, panggil aktifis HAM. Jejaring HMI punya semua link itu. Tentu saja kemampuan itu ada jika duduk sebagai pengurus, dan bukan hanya sekedar anggota.
Dari semua proses kepengurusan yang kulalui, dari tingkat departemen hingga ketua umum, Posisi yang paling banyak proses belajar ada tiga.
1. Menjadi Sekretaris.
2. Menjadi Ketua Bidang
3. Menjadi Ketua Umum

1. Menjadi sekretaris, baik sekretaris umum maupun wakil sekretaris umum akan memaksa diri secara tak langsung untuk mengetahui cara mengoperasikan mesin organisasi. Surat-menyurat, menjalankan rapat dan sidang-sidang, memastikan jadwal-jadwal rencana kegiatan terlaksana tepat waktu. Selain itu komunikasi amat penting di posisi ini. Baik komunikasi lisan maupun tulisan. Menyampaikan pemikiran dengan jelas, runut/tersistematis. Semuanya melatih keberanian menyampaikan pemikiran.

2. Menjadi Ketua Bidang. Posisi ini paling nikmat untuk berkreatifitas. Membuat program-program kerja, dan melaksanakannya, melakukan penyesuaian perencanaan dengan pelaksanaan. Membangun jaringan baik internal HMI maupun eksternal HMI. Jika ingin berbuat banyak bagi HMI dan masyarakat, posisi ini amat memungkinkan. Jangan takut melakukan hal-hal yang tidak biasa, sepanjang yakin terhadap proses dan tujuan masih dalam jalur konstitusi. Lakukan.

3. Menjadi Ketua Umum. Nikmatnya menjadi ketua bidang eksternal, membuat ku tergiur untuk menjadi Ketua Umum. Dalam pemikiranku, tentulah lebih banyak yang bisa kulakukan di posisi ini. Ternyata proses ketua umum adalah tak sekedar membuat program kerja. Dipundaknya adalah beban organisasi. Simbol organisasi melekat di tubuh dan tingkahlakunyanya, bahkan saat sang Ketua Umum sudah tak lagi menjabat. Ketua Umum seringkali menjadi alat ukur keintelektualan, dan etika dan norma yang dianut organisasi. Maka demi menjaga hal tersebut, saat jadi ketua umum, penampilan harus kujaga baik-baik. Yah tentu saja penampilan bukanlah segalanya. Tapi penampilan adalah pintu masuk sebuah hubungan baik ke lembaga maupun masyarakat. Jika berpakaian tak rapi, kesan pertama, orang pun malas untuk berkenalan. Disinilah aku membiasakan diri memakai Rok, sepatu hak tinggi, sekali-kali memakai Jas. Semua untuk membangun wibawa yang tak hanya untuk diriku tapi juga marwah organisasi. Dan dari sini, diikuti pula oleh tingkah laku dan tutur bicara yang sesuai. Sopan dan tegas. Mau tidak mau, seorang ketua harus rajin membaca, membaca buku maupun membaca alam. Karena tutur bahasanya adalah mewakili organisasi. Berat ya?. Kadang lelah juga. Kalau lelah mencoba selalu sempurna alias Ja'im, aku biasanya beralih kegiatan.

Menjadi Ketua Umum juga tak selalu bebas melaksanakan program-program kerja. Karena terlaksananya program kerja adalah menyangkut kerja sama tim pengurus. Imam, Ketua Umumku pernah menyatakan kekecewaannya padaku, dia bilang begini " Pera, sebelum mejadi ketua umum, kulihat banyak ide-ide cemerlang yang akan kau buat. Tapi setelah menjadi ketua umum kenapa seakan sulit mewujudkannya". Aku sedih sebenarnya, bukan sedih karena evaluasi sang Ketum, tapi sedih karena sesungguhnya aku sangat ingin mewujudkan cita-cita ku itu. Menjadikan Kohati organisasi perempuan yang menjadi inisiator pergerakan perempuan. Berada di garis depan, bukannya manut jadi pengikut sesuai issu sosial yang sedang berkembang. Mimpi tak sesuai dengan kemampuan.

Dalam proses pembelajaranku sebagai ketua umum, aku sampai pada sebuah kesadaran bahwa yang terpenting bukanlah terlaksananya program kerja, tapi bagaimana memadu kekuatan tim pengurusku agar dapat mencapai tujuan bersama. Begitu getolnya aku sebelumnya melakukan kerja-kerja di bidang eksternal, tapi dalam posisiku sebagai ketua umum, aku sampai pada kesadaran bahwa perkaderanlah alat yang melahirkan orang-orang (bukan satu orang) yang melakukan perubahan di masyarakat. Maka mulailah Internal menjadi perhatianku. Menyeimbangkan Eksternal dan Internal menjadi bahan eksperimenku.

Beruntung sekali aku sempat masuk dalam proses Senior Course. Training non-formal ini membuatku terhubung hingga saat ini dengan Kohati/HMI. Dan sangat mempermudahku dalam memuluskan jalannya perkaderan di Kohati yang seringkali terdiskriminasi karena alasan prioritas di HMI setingkatnya. Pasca gelut peluh sebagai Ketua Umum, menjadi Instruktur adalah proses pembelajaran tiada akhir bagiku.

Jika menjadi pengurus harus diakhiri sebagai tanda jalannya regenarsi organisasi. Maka mejadi Instruktur adalah proses sepanjang hayat. Proses untuk selalu belajar dan mengajar.

Takkan menjadi Instruktur yang baik jika seorang Instruktur berhenti belajar. Dan bukanlah Instruktur pulam jika dia tidak mengajarkan Ilmunya.

Menjadi Instruktur juga berarti menjadi Uswatun Hasanah bagi kader yang dididiknya. Sehingga jabatan sepanjang hayat ini menjadi pagar diri agar selalu memberi contoh yang baik.

Tentu saja sebagai manusia terkadang lalai dan melakukan kesalahan. Tapi tugas kita haruslah selalu berusaha untuk yang terbaik bukan?.

Dalam setiap perkaderan, selalu kuanjurkan pada adik-adikku untuk melalui bidang-bidang kerja itu. Bukan berarti aku meposisikan rendah jabatan yang lain di HMI, tapi hanya karena aku telah melaluinya dan amat bersyukur telah memanfaatkannya semampuku.

Apapun Posisi di kepengurusan, hanya yang mau memaksakan dirinya sendiri untuk belajar dan belajar yang akan merasakan nikmat buah posisi tersebut. Bahkan tak hanya dinikmati di masa-masa menjabat pengurus. Disadari atau tidak, proses menempa diri untuk selalu memecahkan masalah, berani, belajar bertanggung jawab, bekerjasama dengan sesama pengurus, berkomunikasi dengan orang banyak adalah proses penting membentuk diri sendiri.

Inilah sekolah kehidupan itu. Yaitu sekolah yang menghidupkan diri sendiri dan orang banyak. Maka.. jangan sia-siakan.

Jangan jadi kader yang hanya sekedar ada, apalagi yang mengada-ada. Jadilah kader yang lebih dari Ada.

Read More..

Rabu, 10 Juni 2009

Indikator Keberpihakan pada Perempuan

* Oleh Yusuf A Kusmanto


DALAM riset anggaran daerah yang mengambil fokus di Kabupaten Bantul
dan Kabupaten Gunungkidul (DIY), Dati Fatimah —peneliti gender dari
IDEA Yogyakarta— menyebutkan anggaran daerah selama periode 2000-2004
untuk kegiatan posyandu di kedua daerah itu hanya sekitar 0,2 persen
dari total anggaran APBD.

Anggaran untuk posyandu (pos pelayanan terpadu) begitu minimal.
Padahal kegiatan posyandu merupakan tolok ukur keberpihakan anggaran
publik atas kepentingan kaum perempuan, dalam hal ini ibu hamil, ibu
menyusui, serta anak di bawah usia tiga tahun (batita) dan anak di
bawah lima tahun (balita).

Ibarat tubuh manusia, posyandu merupakan ’’jantung’’ dari program
pelayanan kesehatan yang menjadi teropong sejauhmana standar
kesuksesan pelayanan peningkatan gizi dan kualitas hidup masyarakat.

Selama ini yang menjadi tolok ukur dalam pelayanan kesehatan terhadap
masyarakat yang dilakukan institusi negeri maupun swasta selalu
bersifat luxury oriented.

Apa yang disebut pelayanan kesehatan berkualitas ditentukan oleh
kondisi infrastruktur medis serta kapabilitas pelayanan kesehatan yang
memiliki kaitan dengan kecakapan pembiayaan (to fund).

Hal tersebut tidak terlepas dari kondisi komersialisasi sektor
kesehatan akibat laju globalisasi yang berfokus kepada akumulasi modal
di sektor publik, yang seharusnya diproteksi oleh negara.

Kesehatan masyarakat yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara,
lambat laun berangsur menjadi ’’tanggung untung’’ privat yang
menanamkan investasinya di sektor pelayanan kesehatan. Akhirnya rasio
dan kualitas kesehatan masyarakat sangat dependen terhadap kemampuan
(ability) personal dalam mengakses standar pelayanan kesehatan.

Bagi yang berakses tinggi, tentu bisa mendapatkan pelayanan kesehatan
yang memadai, optimal, dan high medical technology. Tetapi bagi
kelompok yang berakses rendah, karena pendapatannya kurang atau
pas-pasan, hanya akan mendapat pelayanan ala kadarnya.
Sudut Perhatian
Tingkat atau indeks kesehatan masyarakat yang objektif bisa diukur
dari dimensi keadilan gender, seperti alokasi belanja anggaran
kesehatan negara untuk subsidi pelayanan pemeliharaan kesehatan
masyarakat.
Indikator pelayanan kesehatan yang berkeadilan gender secara
konseptual maupun numerik bisa dibaca dengan berbagai sudut perhatian.

Pertama, level kuantitas dan kualitas anggaran kesehatan yang
difokuskan untuk melayani kepentingan kaum perempuan dan anak batita /
balita. Jika alokasi anggaran kesehatan (pusat maupun daerah) untuk
pelayanan kesehatan publik minimal menyentuh angka 30 persen untuk
perempuan dan balita, maka sudah memenuhi kelayakan sebagai
berkeadilan gender.

Kedua, tingkat aksesibilitas pelayanan kesehatan bagi perempuan dan
balita. Jika perempuan dan balita di seluruh pelosok daerah sudah
terpenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan yang berkulitas, dan
terjangkau oleh pendapatan keluarga mereka, serta tak mengambil jatah
komsumsi keluarga yang tidak terencana, maka hal tersebut bisa
dikategorikan sebagai pelayanan berkeadilan gender.

Ketiga, skala prioritas pelayanan kesehatan untuk perempuan (ibu
hamil, ibu menyusui, lansia perempuan, balita perempuan) ketika mereka
memerlukan ikhtiar pelayanan kesehatan di berbagai institusi pelayanan
kesehatan.

Dengan ketiga indikator tersebut, maka akan terlihat kualitas
kesehatan perempuan yang bisa dibaca dari makin menurunnya angka
kematian ibu hamil, terpenuhinya gizi balita dan ibu menyusui,
menurunnya angka kematian ibu melahirkan, dan sebagainya. Tentu saja
data ini harus dikumpulkan secara objektif, tanpa tendensi manipulasi.

Pelayanan kesehatan berkeadilan gender tidak mendiskriminasi perempuan
yang membutuhkan fasilitasi kesehatan dengan membedakan status sosial
/ ekonomi dan posisi ’’kelas’’ sosial. Ada kesemarataan dalam
pelayanan kesehatan.

Pelayanan kesehatan berkeadilan gender juga memperkuat wawasan gender
bagi segenap praktisi dan perangkat hidup pada sektor pelayanan
kesehatan. Ini menjadi sebuah gagasan dan implementasi yang
berkelanjutan. (32)

— Yusuf A Kusmanto, dokter dan bertugas di Puskesmas II Eromoko,
Kecamatan Eromoko, Kabupaten Wonogiri.

Sumber:
http://suaramerdeka.com/smcetak/index.php?fuseaction=beritacetak.detailberitacetak&id_beritacetak=67192

Read More..

Kamis, 28 Mei 2009

Perempuan di DPR hasil Pileg 2009

Diurutkan dari partai yang mengirimkan PEREMPUAN terbanyak ke DPR

PD 37 perempuan dari kursi 150
PDI Perjuangan 19 perempuan dari 95 kursi
Golkar 17 dari 107 kursi
PKB 7 dari 27 kursi 25,93% TERTINGGI PERSENTASI
PAN 6 dari 43 kursi
PPP 5 dari 37 kursi
Gerindra 4 dari 26 kursi
Hanura 3 dari 18 kursi
PKS 3 dari 57 kursi 5,26% TERENDAH PERSENTASI

Read More..

Rabu, 22 April 2009

Aku Kartini

"Aku ingin jadi Kartini"
Kuucapkan kalimat itu lantang ketika ku SD. Ketika itu ibu guru menyuruh kami menyebutkan tokoh pahlawan yang diidolakan. Saat itu sesungguhnya aku tak kenal siapa Kartini. Lantangku saat itu hanya untuk mengalahkan lantang nya kawan-kawanku menyebut tokoh pahlawannya.
Bagiku Kartini saat itu, hanya wanita anggun, berwajah bulat, berkebaya putih di pajang di deretan pahlawan di dinding kelas. Kupilih dia karena kami punya kesamaan, sama sama perempuan.


Ya..ya..memang ada gambar perempuan lain, ada Cut Nyak Dhien, Martha Cristhina Tiahahu terpajang juga di dinding kelas. Karakter keras tampak di wajah mereka. Mungkin karena itu, Aku tidak begitu suka mereka saat itu. Bagiku perempuan ideal itu ya..Kartini. Wajahnya lembut, seperti Ibuku.

Ya..ya..seingatku ada juga Pahlawan pemilik wajah keibuan. Namanya Dewi Sartika. Tapi ah..aku tak juga begitu suka. Masih lebih cantik Kartini.
Salahkah?. Ah.. saat itu aku tak perduli.

Lalu, perlahan aku kenal dia. Kartini itu, pejuang hak perempuan. Dengan caranya yang tak langsung aku bisa sekolah dengan bebasnya. Kartini anak Bupati Jepara, Suka menulis surat, Kumpulan suratnya kemudian menjadi buku, judulnya, habis gelap terbitlah terang. Tak pernah aku baca bukunya. Aku hanya simpulkan, buku itu lah yang mengabadikan namanya.

******

"Kenapa Kartini?" tanya seorang sahabat.
"Lha..apa yang salah dengan Kartini?" Sahutku bingung malah balik bertanya. Bukankah umumnya anak perempuan di Indonesia mengidolakan Kartini?. Bagiku malah pertanyaan temanku ini yang aneh.

"Sebenarnya yang lebih layak populer itu adalah Dewi Sartika. Dia mendirikan sekolah perempuan pertama. Bukan Kartini. Kartini hanya meniru saja, melanjutkan perjuangan Dewi Sartika saja.
Sedangkan Kartini..Perjuangannya pun tak segarang Cut Nyak Dhien yang membuat Belanda kehabisan akal menghabisi Aceh. Apa sih.. yang diperbuat Kartini bagi bangsanya?. Bukankah dia hanya menulis?, menjadi Istri yang di madu, lalu meninggal di usia muda. Aku ragu dengan kelayakannya sebagai Pahlawan Nasional".

Aku hanya terdiam. Di benakku mulai setuju dengan temanku. Ada benarnya juga dia. Ya..apa hebatnya Kartini??. Tak terbersit satu alasan kuat dan ampuh di otakku untuk aku membalas pemikiran sahabatku itu. Dan karena aku tak ingin terlihat bodoh...kujawab saja sekenanya.

"Tapi...apa pentingnya membandingkan kepopuleran pahlawan?. Bagaimanapun mereka telah berjasa bagi negeri. Untuk apalah dirirbut-ributkan siapa yang lebih populer, dan siapa yang benar benar pahlawan sejati. Yang penting aku suka aja". Jawabku seolah tak perduli dengan pemikirannya.
Tapi sahabat itu tak menyerah juga. katanya..

" Bagaimana bisa kamu meneladaninya, kalau kamu sendiri tidak tau apa yang dia lakukan bagi negeri ini, Harusnya yang kamu jadikan Idola adalah yang terbaik. Yang benar-benar layak mendapat gelar pahlawan nasional, bukan karena banyak orang-orang menyebutnya sebagai Pahwalan Nasional".

Saat itu aku masih SMP, dan tak ambil perduli dengan ucapan temanku yang aneh itu. Aneh karena dia sendiri perempuan yang kukenalyang tak suka Kartini. Semua suka Kartini. Sampai ada lagunya, bukan?

ibu kita Kartini
putri sejati
putri Indonesia
Harum namanya
....

******

Lalu ketika aku SMA, tak sengaja, tepat di hari Kartini kubaca artikel seputar Tokoh idolaku itu. Isinya menggugat kebenaran surat-surat Kartini. Alasannya, tak mungkinlah anak usia 16 tahun sudah bisa menulis dengan analisa sedalam itu. Mampu mengkritisi Agama, kondisi perempuan, pendidikan dan lain-lain.Saat itu aku berfikir sejenak..benarkah tak bisa?. Kubandingkan Kartini dengan diriku saat itu di usia yang sama. Yah..memang aku tak punya selembar tulisanpun kecuali tugas mengarang di sekolah. Mungkin benarlah pemikiran penulis artikel itu, karena dia sendiripun tak mampu menandingi tulisan Kartini meski usianya sudah melewati usia Kartini saat menulis surat-suratnya itu.

Namun saat itu,aku juga tak begitu perduli dengan pemikiran artikel tersebut. Aku lebih berasa Malu. Malu pada diri sendiri. Aku malu pada Kartini.
Begitu banyak fasilitas yang kuterima, begitu bebas aku mendapatkan apapun yang kuinginkan. Tapi aku tak secemerlang Kartini dengan segala keterbatasan perempuan di zamannya.
Ya.. aku tak perduli dengan pemikiran artikel koran itu.
Ah..tak perduli akan benar tidaknya keaslian tulisan Kartini. Aku ingin bisa seperti Kartini yang menulis kondisi bangsanya.
Sejak itu akupun mulai menulis. Semakin sering aku menulis, semakin butuh aku membaca. Pahamlah aku, kenapa Kartini lebih populer dari pahlawan perempuan lainnya.
Karena...Kartini menulis sejarahnya sendiri.
Kartini tak tunduk pada History, Tapi Kartini menulis Herstory.

*****
Dan pagi ini. Di depan cermin usai kusemat hiasan jilbabku.
Aku bergumam sendiri, meneguhkan hati.
Aku mungkin tak secemerlang Kartini.
Mungkin tinta pena ku tumpah hingga ke eropa sana.
Mungkin kelak Aku tak akan mengabadi seperti Abadinya Kartini di benak perempuan Indonesia.
Tapi wahai Kartini, Pahlawanku, Aku lebih berani dari dirimu.

***
Kukecup kening Ayah Ibukuku, kuciumi kedua tangannya, dan bersimpuh di Kakinya.
" Maafkan Kartini, karena telah bercerai dengan Mas Ario. Cukup sudah Kartini disakiti. Tak kan kubiarkan anak-anakku belajar menyakiti. Jangan Ayah Ibu ragukan masa depan anak-anakku. Kartini bisa menghidupi mereka. Relakan saja Kartini dengan jalan hidup yang Kartini pilih, karena aku..Kartini".

Wajah renta mereka perih melepasku. Perih itu semakin menusuk luka hatiku yang menganga. Sungguh Aku mencintai mereka berdua. Tapi aku harus bangkit. Ku gandeng kedua anakku. Sekolah Perempuan menanti untuk ku bangun.
***

Read More..

Selasa, 23 Desember 2008

ANUGERAH YANG TERINDAH YANG PERNAH KUMILIKI



ANUGERAH TERINDAH YANG PERNAH KUMILIKI
BY TESSA SIMAHATE

Hari ibu di peringati setiap tanggal 22 desember dan di rayakan oleh masyarakat, tapi apakah kita semua mengerti apa arti dari kata "ibu" saya ingin menceritakan beragam kejadian yang berhubungan dengan ibu saya dan saya, tetapi ini bukan curahan hati ini lebih kepada ungkapan kekaguman saya pada ibu, dan maaf kepada para pembaca yang nanti merasa tulisan ini sedikit berlebihan tapi itulah cara saya dalam mengungkapkan kekaguman saya.

Sebenarnya ibu saya adalah orang yang sangat biasa saja, dia menjalani hidup dengan biasa, menikah dengan orang biasa pula, tidak ada sesuatu yang special yang di hadapinya sampai sekarang, tapi sesuatu yang tidak special itu justru yang membuat saya makin kagum pada sosok ibu yang membuat hal-hal yang biasa tadi menjadi hal yang luar biasa.

Sewaktu kuliah ibu adalah seorang mahasiswa yang aktif dalam olah raga tennis, volley dan tennis meja, ibu adalah seorang atlet, dia masuk ke jurusan pendidikan dan menspesialisasikan diri pada bidang matematika, tamat sarjana muda tahun 1981 ibu langsung menjadi guru honorer dengan gaji yang menyedihkan Rp. 20 000/ bulan dan langsung menikah dengan ayah yang masih belum tamat kuliah (seiring waktu ayah tidak menamatkan kuliahnya ). Tidak lama berselang ibu hamil anak pertama, dan dalam keadaan hamil tua dengan tangguhnya ibu mengurus segala urusan berkas dan ujian untuk mencoba menjadi pegawai negeri sipil, untuk merubah nasib dan ibu pun lulus sebagai guru tetap.

Dengan gaji tidak jauh dari guru honorer tadi tidak mungkin untuk ayah dan ibu mencukupi kebutuhan rumah tangga mereka yang telah di karuniai anak, jadi diputuskan bahwa ayah akan menjadi supir angkot untuk menambah kekurangan pada kebutuhan sehari hari, trayek angkot yang di pilih ayah adalah trayek tujuan sekolah di mana ibu mengajar, agar pagi dan siang ibu bisa menumpang angkot ayah dan menghemat ongkos, dengan ikhlas, tulusnya dan tanpa rasa minder sedikitpun ibu menemani ayah untuk menunggu penumpang penuh.

Waktupun berlalu ayah beberapa kali mengganti pekerjaan sebagai supir truk, supir angkot menjadi tukang bangunan tetapi tetap kehidupan rumah tangga ayah dan ibu semakin morat marit dengan lahirnya anak kedua mereka. tapi ibu dengan luar biasa sabar dan setia mendampingi ayah tetapi mungkin Tuhan telah menguji mereka dan mereka lulus dengan nilai A+ sehingga reward yang di berikan Allah adalah pekerjaan tetap untuk ayah di perusahaan kayu bertaraf internasional, dan nasib pun segera berubah. karier ayah semakin bagus, ibu tetap mendampingi ayah yang selalu mendapat promosi di kantor sehingga mencapai pucuk pimpinan di cabang aceh tengah, dan sebagi istri dari seorang manajer perusahaan ibu di daulat sebagai ketua yayasan perusahaan yang mengelola sumbangsih perusahaan untuk masyarakat sekitar, dan ibu melakukan tugas sebagai istri yang harus melayani suami di rumah, mendampingi manajer pada acara – acara kantor dan sebagai ketua yayasan perusahaan dengan sangat baik dan dalam waktu yang bersamaan.

Dengan kegiatan yang sangat padat tersebut ibu tetap menjalankan kewajiban sebagai seorang istri dan ibu pun menanti kelahiran anak ke tiganya dengan sangat bahagia, dan keluarga kami pun bertambah dengan lahirnya adik saya yang ke tiga, setelah 20 tahun ayah bekerja pada perusahaan kayu milik Bob Hasan ini ayah merasa jenuh dan memutuskan untuk mengundurkan diri dari perusahaan, ayah memulai bisnis kontraktornya yang sudah lama ia tinggalkan dan ibupun tetap mendukung ayah atas keputusan ini, ibu tetap mendukung walaupun tidak akan ada gaji bulanan ayah lagi, tidak akan ada bonus tahunan, dan ibu tetap mendukung walau penghasilan seorang kontraktor tidak menentu pertahunnya kadang mendapat proyek besar kadang tidak mendapat proyek sama sekali.


Tapi ibu tetaplah seorang ibu, beliau malakukan semua tugasnya dengan sempurna, ibu memainkan peran sebagai :
1. ibu yang selalu mendampingi anak-anaknya dalam perkembangan mental maupun pendidikan, ibu tidak pernah melewatkan sekalipun pertemuan para orang tua murid maupun pembagian rapor anak-anaknya, ibu selalu membina komunikasi dengan setiap wali kelas anak-anaknya. ibu adalah ibu yang penyayang dan sangat tegas pada anak-anaknya dan beliau menyayangi anak-anaknya dengan caranya sendiri.


2. istri yang selalu ada untuk suami baik di dalam keadaan susah maupun dalam keadaan senang, ibu adalah istri yang selalu mendukung keputusan suami dengan sepenuh hati tetapi beliau juga istri yang selalu membaeri masukan positif bagi suami, mendukung karir suami sampai pada tingkatan yang beliau fikir beliau tak akan mampu melakukannya tetapi dengan mau belajar dan dipenuhi dengan rasa cinta dan sayangnya pada suami ibu bias melakukannya di luar kendali berfikirnya.


3. guru, ibu adalah guru yang tegas, lugas, dan tanpa pamrih. Beliau mengajar muridnya sama seperti mengajar anak sendiri, beliau tidak hanya mengajar tapi juga mendidik anak didiknya dengan tulus. Beliau dengan sabar membuat perubahan pada diri muridnya sehingga muridnya sangat berterima kasih padanya, ibu juga guru yang tegas dan disiplin di dalam kelasnya. Beliau juga motivator yang baik bagi anak didiknya, dan tetap membina komunikasi dengan para orang tua mired secara kontinu


4. anak dan menantu, ibu adalah anak dan menantu yang paling berbakti yang pernah saya lihat, tidak pernah ada seorang pun yang melebihi bakti ibu baik pada orang tuanya maupun pada mertuanya.


Semua ini tidak akan cukup untuk mewakili ungkapan kekaguman saya terhadap ibu saya menyayangi mereka dengan cara saya sendiri, ini hanya kado buat ibu di hari ibu yang bisa saya berikan, di tugas akhir saya menulis bahwa saya tidaklah seperti sekarang ini jika orang tua saya bukan ayah dan ibu saya, anugerah paling indah yang pernah terjadi dalam hidup saya adalah saya di berikan Allah satu paket orang tua yang paling sempurna di dunia, tidak ada ungkapan atau kata-kata mutiara yang dapat menggambarkan perasaan saya kepada orang tua saya, saya menyayangi mereka melebihi menyayangi diri sendiri. They are The Best Parent In The world.

Read More..

Kamis, 04 Desember 2008

Internet dan Buku usangnya HMI

diskusi di teras Mesjid Azizi

Aku kedatangan tamu dari Goodreads Indonesia, Jakarta. Dia ingin jalan-jalan keliling Sumut.
Namanya Erry. Kuajak dia melihat sisa reruntuhan Kerajaan Langkat di Tanjung Pura, dan menyapa adik-adik Kohati Langkat.
Sambil menyelam minum airlah...
Sambil menambah teman, sambil jalan-jalan, sambil menambah semangat dan wawasan adik-adik Kohati yang merasa "memble" dalam beraktifitas.

Goodread Indonesia (GI), menurut ku adalah komunitas yang unik dan positif. Dari sekedar pajang buku yang di baca di Internet, berkenalan, ber-kopi darat alias temu muka, kemudian berkembang dalam berbagai kegiatan sejarah, sosial, budaya seputar perubukuan. Semangat yang ingin kuhadirkan dengan kedatangan Erry/GI di Kohati langkat yang sedang jenuh ini adalah,
berorganisasi lah dengan senang hati. Jangan menganggap rutinitas yang ada sebagai beban. Kreatif dalam menjaga semangat beraktifitas.


Nah..Erry pu bercerita dan mempromosikan GI, mulai dari sejarah dan apa saja aktifitasnya sampai sekarang telah berusia setahun.
He..he..he, dia kaget waktu aku interupsi saat dia mengenalkan bahwa goodreads ini semacam friendster, yang lebih spesifik ke hobi baca.

"ehm..maaf Erry, adik-adik HMI langkat tidak kenal friedster. Email saja, sebagian mereka masih buta".

Lucu juga lihat wajah bengong Erry. Tapi itulah realitasnya Erry.
Internet, adalah teknologi kota. Paling luas jangkauannya hanya sampai Ibukota Propinsi. Di Ibukota Kabupaten, di pusat pendidikan Kabupaten langkat, tepat pula di kelas intelektualnya ini contohnya...email saja adalah barang mewah. Apalagi mengenal situs-situs sosial didalamnya...

Miris bukan?. Sementara kita lihat iklan Layanan Sosial pemerintah, seolah internet menjangkau desa, dan familiar dengan anak SD pula.

Leli, sang Ketua Kohati, senyum-senyum malu mendengar penjelasanku. Dia baru sebulan mengenal internet. Satu diantara 3 pengurus yang punya email. (punya tapi blum tau manfaatnya).

Leli pun memaparkan masalah yang dihadapinya di HMI cabang Langkat. Buku-buku perkaderan sulit di dapat. Sementara sistem perkaderan kita menuntut untuk membaca buku. Maka dengan semangat empat lima, dibentuknya perpustakaan Kohati dengan menyodorkan daftar buku yang harus disumbang alumni. (nodong nee).
Daftar buku itu adalah buku-buku yang ada dalam Pedoman Dasar Kohati(PDK). Buku yang jadi acuan dalam pelaksanaan Latihan Khusus Kohati. Harapannya Erry bisa bantu untuk pengadaanya.

Erry pun cuma bisa nyengir melihat daftar buku itu. Meski dia pernah di HMI, tapi tak semua buku itu pernah di bacanya, dan yang jelas, buku-buku itu sudah sangat sulit di temukan terpampang di toko buku terbesar dan terlengkap di Indonesia sekalipun.

Yap..buku-buku tersebut keluaran tahun 80-90an. Buku usang meski memang bagus. Tapi aku yakin sekali, diantara kader Kohati saat ini, membaca SATU saja dari 30-an daftar buku di PDK, kader sudah cukup beruntung. Karena, buku-buku itu tak beredar di pasaran lagi. Saat ini cara mendapatkannya adalah mencari di perpustakaan (setelah menunggu daftar antri yang panjang), atau meminjam dari senioren. (ehm..Bukankah ada motto unik HMI soal pinjam meminjam buku nee??).

Aku beri tawaran ke kawan-kawan HMI.
1. Up date buku-buku di konstitusi dan pedoman-pedoman HMI dengan buku yang ada diperedaran. Sehingga buku bisa dijangkau untuk dibeli oleh kader.
Usulkan ke PB dunk!.
Aneh bukan?, organisasi mahasiswa tidak mengupdate buku-buku baru?.
Apakah pengetahuan tidak berkembang sejak tahun 90-an?, atau kader yang tak lagi baca buku?.

Usulku berikutnya..(aku sudah pernah bicarakan ini ke Istaz, ketua Bakornas BPL)

2. Jika memang buku usang tersebut tak tergantikan dengan wacana kekinian, buatlah e-book nya. Sedikit rajinlah me-scan buku dan membagikannya.
Pajang di Website PB HMI agar bisa di download kader lainnya. Sebarkan di semua cabang, atau bagikan dalam bentuk soft copy pada setiap momen kumpul-kumpul HMI.
Memang sih, ide kedua ini bisa dikatakan pembajakan. Tapi demi intelektualitas HMI yang mulai di pertanyakan...tak bisakah kita sedikit berkelit???

YUS.

Read More..

Sabtu, 04 Oktober 2008

Saatnya berbicara Porno....

Posting sebelumnya memang sengaja memuat perbandingan antara pro dan kontra RUU Pornografi ini,
Nah berikut adalah opini ku tentang RUU yang menggeliat tepat disaat Minyak dunia di berbagai negara terjadi penurunan harga kecuali di Indonesia (dan anehnya tak ada yang bicara penurunan harga BBM).

Dulu, masa di ku masih pengurus KOHATI, memang aku pernah menjadi penggiat dalam menggol kan RUU APP. Mengumpulkan kawan-kawan untuk memberikan masukan ke Biro PP, kemudian, mengumpulkan tanda tangan dukungan. Tak hanya tingkat sumut, tapi tingkat Nasional aku suntik untuk melakukan pengumpulan tanda tangan dukungan, kemudian di kirimkan ke DPR-RI. Badko yang ikut serta, adalah Kohati Badko HMI Sumut, Riau, Jabotabeka, Jawa barat.
Tahun itu adalah tahun 2005, bulan Agustus di Jakarta.

Sekarang aku punya pandangan sendiri terhadap RUU ini. Tentunya setelah sedikit serius membaca RUU yang katanya sudah di revisi ulang. (sumber RUU nya klik disini)

Tanggapanku adalah:
RUU ini hanya punya semangat tapi lemah penyusunan undang-undang.
Meski aku bukanlah orang hukum, tapi terbaca jelas ketimpangan RUU ini.

1.Ada pasal yang tidak logis dan saling bertentangan dalam undang-undang ini, terutama dengan pasal 3, point B, yang menjadi tujuan RUU ini. Tak menutup kemungkinan ada pasal bertentangan dengan undang-undang lain tapi belum sempat kubandingkan.

Pasal tersebut yaitu:

Pasal 6
aku pikir kata membuat perlu di revisi karena bersifat sangat privasi. tak mungkin negara bisa mengawasi sampai ke proses pembuatan di individu.

pasal 47
Ini pasal paling potensial yang justru melakukan kekerasan terhadap perempuan dan anak yang jadi objek pornografi

pasal 31 tidak sinkron dan tidak mengakomodir pasal 3 yang menyatakan tujuan RUU ini adalah:
memberikan perlindungan, pembinaan, pendidikan moral dan akhlak kepada masyarakat serta kepastian hukum yang mampu melindungi setiap warganegara, terutama anak dan perempuan dari eksploitasi seksual
Tidak ada pembinaan dalam bagian ketentuan pidana maupun pasal-pasal lain UU ini. kecuali untuk anak (pasal 18).

2. Ada Tunpang tindih dengan KUHP yang telah lebih dulu memuat aturan pornografi secara lebih detail.
Setahu saya, dalam proses pengadilan cenderung menggunakan KUHP, dan lagi dalam KUHP lebih jelas dan detail batasan pornografi dibanding RUU ini sendiri. Sanksi hukum dalam RUU ini yaitu di "pengasingan di daerah terpencil" membingungkan. Aku baru tau ada hukuman seperti ini. klo begini, maka akan lebih jelas sanksi hukuman di KUHP.

3. Ada istilah baru yang tidak di jelaskan dalam penjelasan Undang-undang ini.
Istilah tersebut adalah:
Ponoaksi (pasal4)
daerah terpencil (pasal 31-pasal50)

Mengomentari ketakutan penulis blog pendukung RUU ini, yaitu :

Mereka para pengusaha industri sex yang merasa dirugikan dengan diudangkannya
RUU APP.

Sepertinya salah besar deh...KUHP sudah lama ada untuk menyelesaikan Ponografi di negara ini. Masalahnya adalah Penegakan hukum negara kita memang lemah. Nah ..jika menggunakan RUU yang lemah ini bukankah penegakan hukum juga semakin lemah?,
karena RUU ini sendiri sangat lemah dalam dengan uraian diatas.
Ditambah dengan uraian penjelasan RUU ini yang justru menimbulkan banyak persepsi.(yaitu perbedaan pornografi dengan seni)

Selain itu pula, jika mengacu pada Pasal 47, jelas sekali yang menjadi korban jika RUU ini di sahkan adalah perempuan dan anak bukannya industri sex.isinya sbb;

Setiap orang yang menjadi obyek atau model media yang mengandung muatan pornografi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 500.000.000, - (lima ratus juta rupiah) dan/atau kerja sosial paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pengasingan di daerah terpencil paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun


Yang membuat pasal ini, pastilah menganggap bagian tubuh perempuan adalah hal yang tabu, dan berdosa. Anehnya yang disalahkan adalah perempuan yang memiliki tubuh,bukannya mata yang melihat,menikmati, kemudian menyelewengkan keindahan ciptaan Allah tersebut. Pasal ini harus nya tidak ada tapi lebih menghukum kepada si penikmat(ilegal) dan pendistribusi.

Nah..jikalah benar, RUU ini di usung oleh orang-orang Islam....
Wadduh..plis deh..jangan ngaji aja.
Belajar membaca dan menulislah,
masa bikin undang-undang malu-maluin begini.

Read More..

Kamis, 11 September 2008

NEW INFO : LK III BADKO HMI SUMUT



Read More..





Read More..





Read More..






Read More..

Sabtu, 30 Agustus 2008

Amerika Berlomba Membuat Sejarah: Perebutan Antara Ras dan Gender



Penulis: Gadis Arivia

Konvensi Partai Demokrat ditutup oleh Barack Obama pada tanggal 28 Agustus 2008 dengan pidato yang mengguncang rakyat Amerika. Stadium Denver yang megah menghadirkan 85.000 pendukung Barack Obama. Para pendukung ini sebelumnya telah disuguhkan oleh pidato-pidato yang bersejarah mulai dari Michelle Obama, Hillary Clinton, Bill Clinton, Al Gore (bekas wakil presiden dan pemenang hadiah nobel) serta banyak tokoh-tokoh inspiratif lainnya seperti Joe Biden, calon wakil presiden Obama. Konvensi ini bertepatan dengan ulang tahun yang ke-88 hak perempuan untuk memilih dan ulang tahun yang ke-45, mengenang tokoh pergerakan hak-hak sipil, pejuang anti rasisme, Dr. Martin Luther King.

Malam itu malam yang indah khususnya bagi keturunan Afrika-Amerika yang dengan terharu melihat Obama berdiri di atas podium menguraikan pendapatnya tentang apa yang disebut Amerika di abad ke-21. Amerika menurut Obama sedang berubah (change), hendak menghentikan cara-cara politik masa lalu yang tidak memihak rakyat, memperkuat ekonomi kelas menengah dan memperjuangkan kesehatan universal agar kesehatan terjangkau untuk semua kalangan. Obama memaparkan latar belakang keluarganya yang sederhana, diasuh oleh orang tua tunggal (ibunya), mendapatkan beasiswa hingga ke Harvard dan menampik pekerjaan menjadi pengacara top, lalu, memilih bekerja di LSM di Chicago untuk orang-orang miskin dan kini menjadi kandidat presiden Amerikan pertama yang berkulit hitam, ”inilah yang disebut dengan the American dream!,” Obama berkata lantang. Baik Obama dan Michelle berterima kasih kepada Amerika yang telah memungkinkan mereka (anak dari keluarga latar belakang
biasa) bisa mengenyam pendidikan terbaik sehingga bisa menjadi anggota masyarakat yang berkontribusi pada negaranya. Inilah sebabnya ia mau dan siap menjadi pelayan rakyat, bekerja untuk rakyat untuk masa depan Amerika.

”It’s time to change America. We Democrats have a very different measure of what constitutes progress in this country. We measure progress on how many people can find a job that pays mortgage; whether you can put a little extra money away at the end of each month so you can someday watch your child receive college education. We measure the strength of our economy not by the number of billionaires we have or the profits of the Fortune 500, but by whether someone with a good idea can take a risk and start a new business, or whether the waitress who lives on tips can take a day off and look after a sick kid without loosing her job-an economy that honors the dignity of work”.

Baginya, pemerintah harus bekerja untuk rakyat dan bukan menghambat rakyat. Baginya pemerintah harus menolong rakyat dan bukan menyakiti rakyat. Amerika menurutnya adalah negara besar yang harus bebesar hati menghentikan perang irak. Namun sebagai kepala pemerintahan ia akan menjamin keamanan rakyatnya, membela negaranya dari segala ancaman, memberantas al-Queda dan Taliban di Afghanistan serta menghentikan pembuatan senjata nuklir di Iran dan agresi Rusia. Ia menjanjikan semua itu tentunya bukan dengan gaya koboi George Bush, melainkan dengan upaya diplomasi. Ia berjanji:

”I will restore our moral standing, so that America is once again the last, best hope for all who are called to the cause of freedom, who long for lives of peace, and who yearn for a better future.”

Pidato Obama menggugah hadirin kaum muda yang bangga dengan cara Obama melihat dunia, mereka adalah generasi X yang telah bercampur baur berbagai ras, generasi ipod dan apple, memiliki nilai-nilai abad ke-21 yang inklusif dengan bermacam-macam agama, berbicara berbagai bahasa dan memiliki orientasi seksual yang bebas. Hingga detik ini Obama mampu meraih hati generasi muda dan menimbulkan kebanggaan masyarakat keturunan Afrika-Amerika. Bagaimana dengan perempuan?

Obama sadar bahwa ia harus merebut pendukung Hillary, bukan hanya itu, istrinya pun pemerhati isu perempuan dan ia memiliki dua anak perempuan yang tentu harus menjadi pertimbangannya. Maka di dalam pidatonya tak lupa ia menyebutkan ibunya yang berjuang setiap hari, bekerja keras dan hanya istirahat 3 jam sehari demi memenuhi kebutuhan biaya Obama dan adik perempuannya. Ia tak lupa menceritakan neneknya yang bekerja sebagai sekretaris rendahan yang tak dapat masuk pada level manajemen hanya karena dia perempuan. Ia tak lupa mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada mereka. Ibu Obama telah tiada, meninggal karena kanker dan tanpa jasa neneknya ia tak akan berdiri di atas podium malam ini. Ia berkata lirih:

”She’s the one who taught me about hard work. She’s the one who put off buying a new car or a new dress for herself so that I could have a better life. She poured everything she had into me.”

Obama mengajak para laki-laki muda dan tua serta para suami untuk ikut bertanggung jawab pada ketidakadilan, ikut membangun hidup yang lebih baik bagi perempuan, bagi istri mereka dan bagi anak-anak perempuan mereka. “Now is the time to keep the promise for equal pay of equal day’s of work, because I want my daughters to have the exact same opportunities as your sons.”

Puaskah perempuan Amerika dengan pernyataan Obama ini? Para perempuan yang selama ini ”cool” saja terhadap Obama kini mulai mengembangkan senyum, kini mulai berteriak gembira dan juga menitikkan air mata.

Obama telah berhasil merebut hati perempuan yang menjadi pemilih penting dalam pemilu nanti. Ia pun kelihatan senang dan penutupan Konvensi Partai Demokrat berlangsung sukses dengan kembang api dan pita-pita merah-putih-biru bertebaran di langit. Tanda sukses untuk menang melawan McCain di depan mata, siapa yang akan bisa menyainginya? Ia memiliki karakteristik yang unik; muda usia, ras campur, berasal dari latar belakang sederhana namun berhasil meraih pendidikan tinggi dan sekarang berhasil memenangkan pemilih perempuan serta memiliki calon wakil presiden, Joe Biden, yang berpengalaman, berumur matang dan dekat dengan politik Washington.

Namun tunggu dulu, jangan terlalu cepat senang dulu. Bukanlah politik Amerika bila tak ada drama menegangkan bak di film-film Holywood. Belum sehari kesuksesan Konvensi Partai Demokrat dirayakan oleh media, keesokan harinya McCain mengumumkan calon wakil presidennya. Pengumuman McCain mengagetkan kubu partai Demokrat. Mereka tidak menyangka McCain memilih Sarah Palin, perempuan berumur 44 tahun, gubernur Alaska. Artinya, ia muda namun memiliki pengalaman eksekutif, lebih dari pengalaman Obama yang hanya mengenyam beberapa tahun sebagai senator.

Pengumuman ini menjadi ”headline” di hampir semua stasiun TV. Apalagi mengingat McCain berusia 72 tahun maka penunjukkan Sarah menjadi penting, bisa saja ia menjadi presiden Amerika Serikat. Sekilas tampak penyesalan di kubu Partai Demokrat yang tidak memilih Hillary sebagai kandidat presiden mereka atau wakil presiden untuk Obama. Apalagi Sarah tampil menyakinkan dengan menyebutkan bahwa ia mengikuti jejak Geraldine Ferraro yang menjadi kandidat wakil presiden di tahun 1984 dan Senator Hillary Clinton yang telah membuat sejarah meraih 18 juta pemilih”, Sarah menambahkan dengan berapi-api:

”But it turns out the women of America aren’t finished yet and we can shatter that glass ceiling once and for all.”

Sarah memberi signal bahwa ia siap menjadi harapan perempuan Amerika. Sebuah signal yang diharapkan McCain dapat mengambil simpati pemilih Hillary dan mengantarnya menjadi presiden Amerika. Sarah pun digambarkan sebagai gubernur Alaska yang tegas berhasil memberantas korupsi di daerahnya dan berani mengambil keputusan untuk melakukan pengeboran minyak agar Amerika tidak tergantung lagi dengan negara-negara asing. Ia pun berani menentang politikus-politikus Washington DC.

Foto-foto Sarah di CNN menunjukkan ia paham soal permasalahan perang Irak, ia berfoto dengan para tentara, dan pembahasan Irak bukan saja dalam tingkat wacana baginya, tapi lebih personal dan riil, karena anak laki-lakinya mempertaruhkan nyawanya di Irak sebagai serdadu Amerika Serikat. Sarah pun seorang ibu yang berdedikasi, memiliki 5 anak dengan bayi yang berpenyakit ”down syndrome”.. Namun, ia tetap gigih berkarier dan sukses sekaligus sebagai gubernur dan ibu bagi anak-anaknya.

Sarah memulai karier politiknya secara unik dari peran seorang ibu yang aktif di kegiatan-kegiatan sekolah anak-anaknya. Ia terlibat dalam organisasi orang tua murid, lalu menjadi walikota di kota kecil Wasilla di Alaska dan kemudian merebut kursi gubernur Alaska pada tahun 2006. Latar belakang Sarah tidak berbeda jauh dari Obama, kedua orang tuanya juga berasal dari kalangan sederhana, hanya guru Sekolah Dasar. Bagi McCain inilah yang disebut the American dream, bahwa bukan saja Sarah datang dari keluarga biasa tapi ia seorang ibu rumah tangga yang dapat dengan gigih menjadi orang nomer satu di Alaska.

Hingga saya menulis artikel ini, fenomena Sarah Palin terus dibicarakan dan dibedah oleh media Amerika dan organisasi-organisasi feminis di Amerika. Partai Republik merasa bangga dengan pilihan mereka dan menganggap ini strategi yang cerdas untuk memenangkan pemilu karena akan merebut simpati perempuan.

Benarkah?

Organisai perempuan terbesar Amerika, NOW (National Organization of Women), pada pukul 14.00, tanggal 29 Agustus 2008, segera mengeluarkan pernyataan bahwa tidak semua perempuan berjuang untuk hak-hak perempuan. Perjuangan perempuan harus dibuktikan dengan tindakan dan kerja keras. Calon wakil presiden McCain, Sarah Palin, meskipun seorang perempuan memiliki pandangan konservatif tentang perempuan. Sarah Palin menurut organisasi ini penentang pro choice (hak perempuan untuk memilih tindakan aborsi). Ia sama sekali berbeda dengan Hillary Clinton yang memang terbukti bekerja untuk memajukan perempuan di Amerika dan di sekeliling dunia. Bahkan Senator Joe Biden, calon wakil presiden Obama, juga telah terbukti banyak mendukung gerakan perempuan. Biden adalah orang yang mengoalkan undang-undang kekerasan dalam rumah tangga. NOW mengingatkan bahwa memperjuangkan hak-hak perempuan bukan berarti semata-mata memiliki jenis kelamin perempuan tapi
lebih dari itu, membuktikan secara nyata dukungan dan kerja untuk kemajuan perempuan.

Apakah Sarah Palin telah melakukan hal tersebut? NOW pesimis. Meskipun demikian nyata benar dari hasil polling, pilihan McCain memilih Sarah Palin sebagai calon wakil presiden berjenis kelamin perempuan telah mulai membuahkan hasil yang positif buat McCain.

Read More..

Rabu, 20 Agustus 2008

Emansipasi dan perempuan berpolitik itu BEDA!

Dukung mendukung perempuan di dunia politik jangan sekedar melihat lingkup relasi perempuan dan lelaki saja. Terlalu sempit,dan hanya akan menjadi debat kusir padahal solusi sebenarnya adalah bagaimana menjalin komunikasi yang baik di kedua pihak.

Relasi perempuan dan laki-laki akan sangat berbeda jika di bahas dalam konteks politik & demokrasi, dimana banyak kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak di tentukan.

Perempuan di politik sangat penting karena : Bicara demokrasi adalah bicara perwakilan kepentingan. Tak masuknya kepentingan setengah masyarakat (perempuan) menghasilkan kebijakan yang timpang dan ujung-ujungnya tak nyaman bagi kedua pihak (laki-laki dan perempuan).

Banyak contoh kebijakan yang tak mengakomodasi kepentingan perempuan tapi mengorbankan perempuan.

Contoh paling jelas adalah, kebijakan pemaksaan alat kontrasepsi pada perempuan. Ketika sebuah kebijakan mengakibatkan lingkungan hidup rusak, kelompok yang paling rentan adalah perempuan dan anak (lihat saja daftar korban jika terjadi bencana).

Dalam pemberantasan prostitusi yang di razia adalah kaum perempuan (korban) padahal pembelinya adalah kaum laki-laki yang bebas jajan sana-sini.

Perhatikan kejahatan yang bermula dari hasrat seksual tak terkendali milik laki-laki, dalam pemberantasannya justru perempuan yang dianggap biang masalah.

Yang sering diungkit ketika perempuan terjun ke publik adalah :jangan lupa kodrat mengurus rumah tangga.
Lho...siapa yang memisahkan pekerjaan dengan urusan rumah tangga?
bukankan kebijakan laki-laki?.
Pernah melihat ibu tani bekerja di sawah yang masih menggendong anaknya?

Realistis lah. Kita tidak bisa menutup mata, perempuan bekerja sekarang karena tuntutan hidup. Bukan sekedar gengsi wanita karir...tapi banyak yang murni mencari makan, mungkin membantu suami, atau bahkan memberi makan suami dan anaknya (contoh:TKW).

Siapa yang berjuang memperhatikan hak mereka jika perempuan tak terjun ke politik dan memberikan kemudahan dan penghargaan selayaknya bagi kaum perempuan.
Bukankah baik jika perempuan di beri ruang bekerja tetapi tetap terjaga keutuhan keluarga (unsur terkecil negara)?.

Jika perempuan (visioner) semakin banyak di politik,tentu keadaan yang lebih baik bagi perempuan akan lebih mudah terwujud.

Saya setuju dengan pendapat mu bahwa Perempuan memang cenderung plegmatis, memilih diam saat terzholimi. Melihat yang salah tetapi tetap tak berbuat. Mungkin akan banyak perempuan memilih Golput?..Aku tak heran lah.

Saranku...benar-benar buka mata. Lihat nasib kaum perempuan. Benarkah diammu menyelesaikan persoalan?
sebuah pepatah berkata, Berbuatlah!, atau kamu adalah bagian dari persoalan itu sendiri.
-------------------------

balasan kesal di sebuah milist
pena pera

Read More..

Selasa, 20 Mei 2008

BEAUTY = PERFECTION????

THIS GIRL IS SO LOVELY.
SHE IS SO BEAUTIFUL, RICH, POPULAR AND DEFINITELY ADORABLE.
AND YES, I ENVY HER.
IN FACT, I DISLIKE HER FOR A REASON.
SHE MADE ME LEARN THAT BEAUTY COULD BE
HARMFULLY INTIMIDATING,
ESPECIALLY IF WE CAN'T KEEP UP TO ITS STANDARD.


FROM TIME TO TIME, BEAUTY-WOMEN'S BEAUTY ALWAYS HAS ITS OWN STANDARDS
WHAT'S IN AND OUT.
IF WE ARE LUCKY ENOUGH TO BE BORN AND GROWING UP IN THE PERFECT TIME,
WE MIGHT HAVE ALL THOSE QUALITIES TO BE CONSIDERED BEAUTIFUL.
BUT THE THING IS, LUCKY OR NOT, WE ALWAYS GET INTO IT.
INTO ITS STANDARD.


WE TRY TO LOOSE OUR WEIGHT, WHITENING OUR SKIN, STRAIGTHENING OUR HAIR, BUYING STUFF THAT WE DON'T REALLY NEED, SPEND A LOTS OF MONEY TO MAKE-UP, ANTI-ACNE COSMETICS, ANTI-AGING CREAM, PERFUMES, CLOTHES, SHOES AND BAGS, ACCESSORIES, AND DO DOME PAINFUL THINGS SUCH AS FACIAL, WAXING, AND SO ON.

WHAT'S THAT ALL ABOUT?
JUST TO SPOIL OUR URGE, OUR NATURE?
TO FIT THE PROFILE?
TO FIT THE PICTURE PERFECT?
TO BE MORE BEAUTIFUL?
AND FINALLY GET US THE FINEST MAN IN ORDER TO PROVE THAT WE ARE BEAUTIFUL?

DO WE STILL DO THAT?
DO WE NEED A REASON TO BE BEAUTIFUL?
DO WE NEED TO BE CONSIDERED BEAUTIFUL???
??
?

....BEAUTY CASE....

Read More..

Sabtu, 19 April 2008

REMINDER: PERTEMUAN ALumni Forliti Pertama

Assalamu Alaikum
Kawan-kawan...
bagaimana tindak lanjut kawan2 di daerah masing?
sukses kah?
jangan lupa muat di blog kita ini.
jika kesulitan, kirim saja ke archipera@gmail.com
Jika ingin menjadi penulis di blog ini, kawan2 harus punya account email di gmai. Maaf saya lupa memberitahukan hal ini kepada kawan-wakan di saat pelatihan yang lalu.

Kita akan mengadakan pertemuan pertama Forliti pasca pelatihan.
Bertepatan dengan perayaan hari perempuan sedunia oleh biro PP pada tanggal 24-25 Mei 2008 nantinya di Medan.

Kita akan membahas keberlanjutan Forliti secara serius. Menyepakati visi misi, Anggaran dasar dan rumah tangga dan kalau bisa sampai program.

Karena pembahasan banyak dan tentu butuh waktu, kita akan tempuh dalam tahap beriktu:
1. Draft akan di rancang oleh tim perumus. Tim ini adalah kawan-kawan yang aktif berkomuniksasi (khususnya dengan saya-Peranita- sebagai ketua) maupun sesama teman forliti. dan tentunya berdomisili di medan sekitar.
Bagi teman-teman yang ingin membantu dalam draft, tapi terhalang jarak ataupun waktu, silahkan buat draft tandingan ataupun memberikan masukan pada blog ini
2. Hasil rapat tim perumus akan up load di blog ini, untuk di pahami bersama sebelum pertemuan resmi.
Semopga kawan-kawan tetap semangat dalam menjalankan aktifitasnya.

Mari
fastabiqul khairat!
berlomba-lomba dalam kebaikan!
Wassalam

Peranita Sagala

Ketua FORLITI

Read More..

Sabtu, 05 April 2008

Anarkisme Aksi Fitna; Matinya Intelektualitas HMI



Sebuah aksi yang benar-benar gak perlu.
Aksi yang tak dipikirkan matang-matang.
dan dilakukan oleh mahasiswa pula.
Hiks..adik2 awak pula (malu)

Duh....ngapain di peduliin si wilder gila itu..
jadinya malah makin gila deh
klo emang Islam itu damai, kok aksinya ngerusak...
pusing deh


mahasiswa harusnya make otak bukan otot.
film itu, emang potret Islam kan?
ya..Islam entah apalah namanya...
namanya juga potret...
bukan berarti menggambarkan kebenaran
jadikan film itu refleksi aja..
bukan malah membenarkan dengan anarkisme di aksi mu


Duh bingung aku jadinya,
di bela...yah emang salah
gak di bela, keluarga awak

lain kali hati-hatilah bertindak.

"terkadang ketidak pedulian adalah cara untuk melawan".

Lebih baik kalian menjewer Para pemangku kekuasaan
yang sekarang lebih jadi selebritis dari pada pemimpin

Rakyat lapar Dik...!
Ibu-ibu mulai membunuh anak sendiri karena putus asanya.

please....
jangan terjebak dalam Rasis.

Read More..

Jumat, 07 Maret 2008

Ketika Perempuan VS Lelaki


ketika perempuan semakin bangkit berdaya
dan para lelaki masih juga tidur dengan ego

ketika perempuan bersatu dan berjuang
dan para lelaki enggan berpisah dari warisan patriarkhinya

ketika perempuan terus bergerak
dan lelaki semakin merasa risih terganggu

ketika perempuan semakin tangguh mandiri
dan lelaki semakin cengeng dan manja

ketika...
batas yang kuat dan lemah
batas yang berkuasa dan dikuasai

Lebur

satu dalam
kasih sayang

Ah...
mari kita lupakan semua itu

Gantikan dengan cinta
untuk buah kasih sayang kita
setuju?

Read More..