JEJAK KARYA

Sabtu, 30 Agustus 2008

Amerika Berlomba Membuat Sejarah: Perebutan Antara Ras dan Gender



Penulis: Gadis Arivia

Konvensi Partai Demokrat ditutup oleh Barack Obama pada tanggal 28 Agustus 2008 dengan pidato yang mengguncang rakyat Amerika. Stadium Denver yang megah menghadirkan 85.000 pendukung Barack Obama. Para pendukung ini sebelumnya telah disuguhkan oleh pidato-pidato yang bersejarah mulai dari Michelle Obama, Hillary Clinton, Bill Clinton, Al Gore (bekas wakil presiden dan pemenang hadiah nobel) serta banyak tokoh-tokoh inspiratif lainnya seperti Joe Biden, calon wakil presiden Obama. Konvensi ini bertepatan dengan ulang tahun yang ke-88 hak perempuan untuk memilih dan ulang tahun yang ke-45, mengenang tokoh pergerakan hak-hak sipil, pejuang anti rasisme, Dr. Martin Luther King.

Malam itu malam yang indah khususnya bagi keturunan Afrika-Amerika yang dengan terharu melihat Obama berdiri di atas podium menguraikan pendapatnya tentang apa yang disebut Amerika di abad ke-21. Amerika menurut Obama sedang berubah (change), hendak menghentikan cara-cara politik masa lalu yang tidak memihak rakyat, memperkuat ekonomi kelas menengah dan memperjuangkan kesehatan universal agar kesehatan terjangkau untuk semua kalangan. Obama memaparkan latar belakang keluarganya yang sederhana, diasuh oleh orang tua tunggal (ibunya), mendapatkan beasiswa hingga ke Harvard dan menampik pekerjaan menjadi pengacara top, lalu, memilih bekerja di LSM di Chicago untuk orang-orang miskin dan kini menjadi kandidat presiden Amerikan pertama yang berkulit hitam, ”inilah yang disebut dengan the American dream!,” Obama berkata lantang. Baik Obama dan Michelle berterima kasih kepada Amerika yang telah memungkinkan mereka (anak dari keluarga latar belakang
biasa) bisa mengenyam pendidikan terbaik sehingga bisa menjadi anggota masyarakat yang berkontribusi pada negaranya. Inilah sebabnya ia mau dan siap menjadi pelayan rakyat, bekerja untuk rakyat untuk masa depan Amerika.

”It’s time to change America. We Democrats have a very different measure of what constitutes progress in this country. We measure progress on how many people can find a job that pays mortgage; whether you can put a little extra money away at the end of each month so you can someday watch your child receive college education. We measure the strength of our economy not by the number of billionaires we have or the profits of the Fortune 500, but by whether someone with a good idea can take a risk and start a new business, or whether the waitress who lives on tips can take a day off and look after a sick kid without loosing her job-an economy that honors the dignity of work”.

Baginya, pemerintah harus bekerja untuk rakyat dan bukan menghambat rakyat. Baginya pemerintah harus menolong rakyat dan bukan menyakiti rakyat. Amerika menurutnya adalah negara besar yang harus bebesar hati menghentikan perang irak. Namun sebagai kepala pemerintahan ia akan menjamin keamanan rakyatnya, membela negaranya dari segala ancaman, memberantas al-Queda dan Taliban di Afghanistan serta menghentikan pembuatan senjata nuklir di Iran dan agresi Rusia. Ia menjanjikan semua itu tentunya bukan dengan gaya koboi George Bush, melainkan dengan upaya diplomasi. Ia berjanji:

”I will restore our moral standing, so that America is once again the last, best hope for all who are called to the cause of freedom, who long for lives of peace, and who yearn for a better future.”

Pidato Obama menggugah hadirin kaum muda yang bangga dengan cara Obama melihat dunia, mereka adalah generasi X yang telah bercampur baur berbagai ras, generasi ipod dan apple, memiliki nilai-nilai abad ke-21 yang inklusif dengan bermacam-macam agama, berbicara berbagai bahasa dan memiliki orientasi seksual yang bebas. Hingga detik ini Obama mampu meraih hati generasi muda dan menimbulkan kebanggaan masyarakat keturunan Afrika-Amerika. Bagaimana dengan perempuan?

Obama sadar bahwa ia harus merebut pendukung Hillary, bukan hanya itu, istrinya pun pemerhati isu perempuan dan ia memiliki dua anak perempuan yang tentu harus menjadi pertimbangannya. Maka di dalam pidatonya tak lupa ia menyebutkan ibunya yang berjuang setiap hari, bekerja keras dan hanya istirahat 3 jam sehari demi memenuhi kebutuhan biaya Obama dan adik perempuannya. Ia tak lupa menceritakan neneknya yang bekerja sebagai sekretaris rendahan yang tak dapat masuk pada level manajemen hanya karena dia perempuan. Ia tak lupa mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada mereka. Ibu Obama telah tiada, meninggal karena kanker dan tanpa jasa neneknya ia tak akan berdiri di atas podium malam ini. Ia berkata lirih:

”She’s the one who taught me about hard work. She’s the one who put off buying a new car or a new dress for herself so that I could have a better life. She poured everything she had into me.”

Obama mengajak para laki-laki muda dan tua serta para suami untuk ikut bertanggung jawab pada ketidakadilan, ikut membangun hidup yang lebih baik bagi perempuan, bagi istri mereka dan bagi anak-anak perempuan mereka. “Now is the time to keep the promise for equal pay of equal day’s of work, because I want my daughters to have the exact same opportunities as your sons.”

Puaskah perempuan Amerika dengan pernyataan Obama ini? Para perempuan yang selama ini ”cool” saja terhadap Obama kini mulai mengembangkan senyum, kini mulai berteriak gembira dan juga menitikkan air mata.

Obama telah berhasil merebut hati perempuan yang menjadi pemilih penting dalam pemilu nanti. Ia pun kelihatan senang dan penutupan Konvensi Partai Demokrat berlangsung sukses dengan kembang api dan pita-pita merah-putih-biru bertebaran di langit. Tanda sukses untuk menang melawan McCain di depan mata, siapa yang akan bisa menyainginya? Ia memiliki karakteristik yang unik; muda usia, ras campur, berasal dari latar belakang sederhana namun berhasil meraih pendidikan tinggi dan sekarang berhasil memenangkan pemilih perempuan serta memiliki calon wakil presiden, Joe Biden, yang berpengalaman, berumur matang dan dekat dengan politik Washington.

Namun tunggu dulu, jangan terlalu cepat senang dulu. Bukanlah politik Amerika bila tak ada drama menegangkan bak di film-film Holywood. Belum sehari kesuksesan Konvensi Partai Demokrat dirayakan oleh media, keesokan harinya McCain mengumumkan calon wakil presidennya. Pengumuman McCain mengagetkan kubu partai Demokrat. Mereka tidak menyangka McCain memilih Sarah Palin, perempuan berumur 44 tahun, gubernur Alaska. Artinya, ia muda namun memiliki pengalaman eksekutif, lebih dari pengalaman Obama yang hanya mengenyam beberapa tahun sebagai senator.

Pengumuman ini menjadi ”headline” di hampir semua stasiun TV. Apalagi mengingat McCain berusia 72 tahun maka penunjukkan Sarah menjadi penting, bisa saja ia menjadi presiden Amerika Serikat. Sekilas tampak penyesalan di kubu Partai Demokrat yang tidak memilih Hillary sebagai kandidat presiden mereka atau wakil presiden untuk Obama. Apalagi Sarah tampil menyakinkan dengan menyebutkan bahwa ia mengikuti jejak Geraldine Ferraro yang menjadi kandidat wakil presiden di tahun 1984 dan Senator Hillary Clinton yang telah membuat sejarah meraih 18 juta pemilih”, Sarah menambahkan dengan berapi-api:

”But it turns out the women of America aren’t finished yet and we can shatter that glass ceiling once and for all.”

Sarah memberi signal bahwa ia siap menjadi harapan perempuan Amerika. Sebuah signal yang diharapkan McCain dapat mengambil simpati pemilih Hillary dan mengantarnya menjadi presiden Amerika. Sarah pun digambarkan sebagai gubernur Alaska yang tegas berhasil memberantas korupsi di daerahnya dan berani mengambil keputusan untuk melakukan pengeboran minyak agar Amerika tidak tergantung lagi dengan negara-negara asing. Ia pun berani menentang politikus-politikus Washington DC.

Foto-foto Sarah di CNN menunjukkan ia paham soal permasalahan perang Irak, ia berfoto dengan para tentara, dan pembahasan Irak bukan saja dalam tingkat wacana baginya, tapi lebih personal dan riil, karena anak laki-lakinya mempertaruhkan nyawanya di Irak sebagai serdadu Amerika Serikat. Sarah pun seorang ibu yang berdedikasi, memiliki 5 anak dengan bayi yang berpenyakit ”down syndrome”.. Namun, ia tetap gigih berkarier dan sukses sekaligus sebagai gubernur dan ibu bagi anak-anaknya.

Sarah memulai karier politiknya secara unik dari peran seorang ibu yang aktif di kegiatan-kegiatan sekolah anak-anaknya. Ia terlibat dalam organisasi orang tua murid, lalu menjadi walikota di kota kecil Wasilla di Alaska dan kemudian merebut kursi gubernur Alaska pada tahun 2006. Latar belakang Sarah tidak berbeda jauh dari Obama, kedua orang tuanya juga berasal dari kalangan sederhana, hanya guru Sekolah Dasar. Bagi McCain inilah yang disebut the American dream, bahwa bukan saja Sarah datang dari keluarga biasa tapi ia seorang ibu rumah tangga yang dapat dengan gigih menjadi orang nomer satu di Alaska.

Hingga saya menulis artikel ini, fenomena Sarah Palin terus dibicarakan dan dibedah oleh media Amerika dan organisasi-organisasi feminis di Amerika. Partai Republik merasa bangga dengan pilihan mereka dan menganggap ini strategi yang cerdas untuk memenangkan pemilu karena akan merebut simpati perempuan.

Benarkah?

Organisai perempuan terbesar Amerika, NOW (National Organization of Women), pada pukul 14.00, tanggal 29 Agustus 2008, segera mengeluarkan pernyataan bahwa tidak semua perempuan berjuang untuk hak-hak perempuan. Perjuangan perempuan harus dibuktikan dengan tindakan dan kerja keras. Calon wakil presiden McCain, Sarah Palin, meskipun seorang perempuan memiliki pandangan konservatif tentang perempuan. Sarah Palin menurut organisasi ini penentang pro choice (hak perempuan untuk memilih tindakan aborsi). Ia sama sekali berbeda dengan Hillary Clinton yang memang terbukti bekerja untuk memajukan perempuan di Amerika dan di sekeliling dunia. Bahkan Senator Joe Biden, calon wakil presiden Obama, juga telah terbukti banyak mendukung gerakan perempuan. Biden adalah orang yang mengoalkan undang-undang kekerasan dalam rumah tangga. NOW mengingatkan bahwa memperjuangkan hak-hak perempuan bukan berarti semata-mata memiliki jenis kelamin perempuan tapi
lebih dari itu, membuktikan secara nyata dukungan dan kerja untuk kemajuan perempuan.

Apakah Sarah Palin telah melakukan hal tersebut? NOW pesimis. Meskipun demikian nyata benar dari hasil polling, pilihan McCain memilih Sarah Palin sebagai calon wakil presiden berjenis kelamin perempuan telah mulai membuahkan hasil yang positif buat McCain.

Tidak ada komentar: